Minggu, 27 April 2014

Tulisan Buku

Prolog
1.      Berdua lebih Baik & Halal Membuat tenang
Aku masih teringat, siapakah aku saat itu.. Saat itu aku seperti isim mufrod, sendiri saja !
seperti huruf hijaiyy, jika sendiri maka tak bermakna, seperti fi’il mutaaddi, memerlukan maf’ul sebagai kesempurnaan, namun cintaku – jodoh -  tak kunjung tiba, mencintai tapi tak terbalaskan, keadaanku masih saja seperti mabni, tetap dan tak berubah dalam kondisi apapun.
aku tak mau terus terpuruk dan terdiam, lalu aku mencoba jadi mubtada’, memulai sesuatu. Namun khobar mubtada yang ku harapkan tak kunjung kutemukan. Hingga suatu hari…
Saat aku Bertemu denganmu, engkau bagiku adalah khobar muqoddam, sebuah kabar yang tak disangka datang di awal perjumpaan.
Dari sini bermula Aku dan kamu, bagaikan idhofah, aku mudhof dan kamu mudhof ilaih. Tak bisa dipisahkan.
Seperti Na’at man’ut yang saling mengikuti, seperti sifat mausuf selalu ada bersama, semoga sampai nanti di jannah-Nya. Aamiin
Yakinlah ! menikah itu indah jika kita niatnya ibadah. Ingat ! berdua itu lebih baik, pasangan kita yang akan melengkapi kekurangan kita, ia akan menjadi pakaian yang menghangatkan saat kita dingin, akan menjadi pakaian  yang menyejukan disaat gersang dalam menghadapi problema kehidupan.
Halal membuat tenang, pasti !Meski ada yang berkata : “ah tanpa menikahpun bisa jalan berdua” bahkan layaknya suami istri juga bisa, tapi jujurlah pada hati nuranimu bukan ketenangan yang ada dalam dadamu, tapi semakin engkau berhubungan lebih jauh dengan pacarmu semakin engkau tenggelam dalam kegelisahan, karena memang itu tak halal ! makanya akan selalu di hantui perasaan berdosa dan bersalah !
Maka sekali lagi ingatlah ! Halal membuat tenang, dan berdua lebih baik, itu menjadi pedoman kita dalam membingkai hati agar segera berumah tangga.
2.      Karena Cinta itu..
Cinta itu tidak buta, ia melihat tapi tak jarang membutakan orang.. sampai tak bisa melihat dengan mata yang jernih mana yang benar dan yang salah..
Cinta itu tidak bisu, ia punya bahasa sendiri tapi tak jarang membisukan orang.. sampai membuat orang tak bisa berkata-kata..
Cinta itu tidak tuli, ia punya pendengaran tajam tapi tak jarang membuat seseorang tuli.. tuli untuk mendengarkan nasihat..
Cinta itu tidak lemah, ia punya kekuatan dahsyat tapi tak jarang membuat seseorang lemah.. lemah untuk berbuat sesuatu yang benar..
Cinta itu tidak kejam, ia punya kasih sayang dan kelembutan  tapi tak jarang membuat seseorang kejam dan sadis.. sampai tega membunuh, membakar kekasih / istrinya.. bahkan membunuh diri sendiri..
Cinta itu tidak lalai, ia selalu menyadarkan hati nurani akan kebenaran yang hakiki tapi tak jarang ia  melalaikan seseorang kepada sang Pencipta-Nya..
Cinta itu bukan pelupa, ia selalu mengingatkan hati tapi tak jarang ia membuat seseorang lupa akan dosa..
Hilman mumtaaz – Sang Pengantin Muda

3.      Saat Aktivis Di landa Cinta…
Salahkah bila jatuh cinta ? salahkah bila aktivis dakwah dan para santri tergoda dengan dunia merah jambu ? salahkah bila hati mulai terpaut dengan lawan jenis yang membuat hati berbunga-bunga ? salahkah bila para aktivis dakwah tersenyum indah, semangat karena gejolak rasa dalam dada ? tentu tidak ! aku, kamu, dia & kita, siapapun berhak mendapatkan cinta.
Namun tentu sampai batas mana cinta itu tertata dalam jiwa. Sampai batas mana cinta itu tersusun dalam qalbu. Jika cinta melebihi batas lampu-lampu syariat, maka niscaya akan berbuah dosa dan malapetaka. Mari saatnya meluruskan dunia merah jambu yang berkembang di dunia pesantren, tumbuh subur di kebun hati para santri dan kebun cinta para pejuang dakwah.
Santri, aktivis, adalah pembelajar yang faham akan agama, mereka belajar di pesantren atau di ma’had. Baik itu yang tradisional ataupun modern.  
Namun, hari ini di pesantren pun sudah tak aneh lagi orang berpacaran, para aktivis juga terjerumus mencicipi “ta’aruf” yang salah jalan. Entah orangtuanya mengetahui atau tidak. Saat diluar rumah sang akhwat itu di bonceng diatas kendaraan sambil memeluk sang pacar, mirisnya aku melihat dengan mata ini : ceritanya sang akhwat mau kuliah dan diantar oleh sang abi ( pacarnya ), saat itu akupun mengantar sang istri pergi ke kampus yang sama dengan akhwat itu di sebuah lembaga bahasa arab di bandung.
Ternyata sang akhwat itu memakai almamater yang sama dengan istriku. Aku melihat sang kahwat memeluk sangat erat, bahkan lebih erat dari istriku, ah aku pikir  dia suami istri, aku cuek saja. Namun dua meter sebelum sampai ma’had mereka berdua jaga jarak  supaya tidak ada yang curiga mungkin, aku berbaik sangka saja ”oh mungkin malu” gumamku, saat kami berhenti tepat di pintu gerbang ma’had. Tapi istriku masih menyimpan pertanyaan, dia tahu bahwa akhwat itu belum menikah, dan akhirnya dia memutuskan tabayyun, bertanya pada sang akhwat : “ anti sudah menikah ?” kemudian akhwat itu menjawab dengan isyarat menggelengkan kepala dengan rasa malu.
Saat aku sudah kembali pulang ke rumah, Istriku bercerita : “sayang ( panggilan untuk ku ), akhwat yang tadi pelukan erat dan bercanda mesra seperti suami istri itu belum menikah lho “ duarrrr… aku seolah disambar petir. Ya rabb, mungkin itu hanya satu akhwat yang ku lihat diantara banyak akhwat yang seolah sudah menikah tapi  “masih dalam proses ta’aruf” yang tersesat itu. Aku hanya berucap, astagfirullah, mau di bawa kemana dunia pesantren ? dunia ma’had ?
Ya jika melihat yang pake celana jeans ketat, pake krudung asal nempel itu sudah pemandangan yang tak bisa di hitung, tapi saat memakai busana rapih, aurat tertutup rapat kecuali wajah dan telapak tangan, kaki selalu terbalut dengan kaus kaki panjang, tangan dengan mansetnya rapih tak terlihat sedikitpun aurat, dengan “ tanpa dosa “ sang akhwat mengotori jilbab panjangnya itu, dengan “suka rela” mempersilahkan tangannya yang suci itu di pegang oleh laki laki non mahram yang mengatas namakan “calon suami”, bahkan panggilannya pun di buat seolah islami, tidak malu lagi memanggil dengan sebutan aby-umy seolah sudah menjadi suami-istri saja. 
Inilah kekhawatiranku sebagai mantan santri yang mengalami dunia merah jambu saat aku mengenyam pendidikan dipesantren, saat aku memiliki predikat santri. Ini adalah seuntaian kisah dan nasihat untuk para kader dakwahku seperjuangan. Terlebih aku kini sudah menikah, saat aku memutuskan untuk menikah muda pada usia 21 thn kurang 1 bulan ,dan alhmdulillah kini pernikahan kami sudah berjalan 1 thn 3 bln, maka aku ingin share dengan teman-teman, bagaimana mengelola cinta dalamrumahtangga muda, bagaimana saat jodoh takkunjung tiba, bagaimana agar berani membuat keputusan untuk menikah dengan langkah yang tepat dan smart. Semoga tak ada ada lagi MADESU ( masa depan suram ) dalam hidup kita.. Aamiin


Semoga bermanfaat…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar